SETARA FOR ALL

Jumat, 26 Maret 2010

HAK DASAR MANUSIA

Pertama kali aku melihat buku ini, aku bersyukur bahwa
pada akhirnya sebuah teks klasik penting akhirnya beredar
di Indonesia. Apa yang patut diperhatikan dari buku tipis ini
adalah bahwa ini buku Marxis, walaupun rata-rata para Marxis
yang kukenal di Indonesia (sengaja) melupakan pentingnya
teks terpenting dari menantu Karl Marx ini. Ada banyak
alasan mengapa Karl Marx dan Friedrich Engels tampaknya
menghindari argumen seperti yang diajukan di buku ini
dalam tulisan-tulisan mereka. Pada 1840, saat mereka berdua
melangkah pada sosialisme, gerakan pekerja “menderita”
karena termakan skema utopia tanpa memahami bagaimana
mereka harus berjalan ke arah tujuan tersebut. Perlu
diperhatikan bahwa baik Marx ataupun Engels sama sekali
tidak menentang utopia, seperti gambaran tatanan dunia
yang dikemukakan Thomas Moore. Tetapi sebagai praktisi,
keduanya merasa bahwa terdapat sebuah gap besar antara visi
mengagumkan William Weitling, Charles Fourier dan Robert
Owen serta beberapa lainnya, dengan kenaifan yang diderita
oleh para pemikir besar tersebut dalam perjalanannya menuju
ke sana. Atas hal tersebut, Engels menelurkan buah pikirannya
dalam Anti-Duhring.
Respon Engels atas pemikiran para sosialis utopis sangat
jelas–tak ada utopia yang berguna sama sekali, kecuali
penulisnya paham kelompok mana dalam masyarakat yang
dapat membawa masyarakat ke arah cita-cita tersebut.
Dalam konteks ini, Marx dan Engels dapat dikatakan
hanya menelurkan teori transisional. Kontras dengan Rosa
Luxemburg, apa yang dianggap penting oleh Marx dan Engels
saat itu adalah cara untuk mencapai tatanan masyarakat baru
tersebut, bukan apa yang harus dilakukan saat tiba di sana.
Atmosfir yang sama juga menghinggapi gerakan pekerja
semenjak saat itu. Marx memang memberi jejak tentang
masyarakat masa depan tersebut dalam pasase Ideologi
Jerman dan Perang Sipil di Perancis. Kemudian, di pertengahan
kecamuk Revolusi Oktober 1917, Lenin merumuskan masa
depan negara setelah para pekerja berhasil melakukan
pemberontakan. Pamfletnya, Negara dan Revolusi,
memprediksikan bahwa revolusi akan menghapuskan
aparatus koersif dari negara. Tanpa ketidakadilan tak akan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar